Rutinitas masyarakat Jawa pada umumnya adalah masih memegang tradisi leluhurnya. Hal ini dimaksudkan agar menjaga nafas peninggalan leluhur yang memiliki nilai tinggi di dalamnya.
Salah satu tradisi yang masih dipegang adalah nyadran. Nyadran atau Sadranan merupakan sebuah kegiatan masyarakat lokal umumnya Jawa dan Daerah Istimewa Yogyakarta pada khususnya yang dilakukan setiap bulan Sya’ban (kalender Hijriyah) atau Ruwah (pada kalender Jawa) sebagai wujud rasa syukur dengan melakukan kunjungan makam.
Nyadran atau Sadranan diambil dalam bahasa Sansekerta “Sraddha” yang artinya keyakinan. Apanya tradisi tersebut hanya bertujuan mendoakan para leluhur yang telah meninggal, akan tetapi berlanjut hingga menjadi tradisi yang rutin dilakukan oleh masyarakat sebelum menyambut bulan suci Ramadan.
Efek baik pada tradisi nyadran adalah selain mendoakan para leluhur mereka, Sadranan juga dapat meningkatkan kualitas kebersamaan antara satu sama lain. Hal ini diwujudkan dalam upaya gotong royong secara bersama dan diakhiri dengan kembul bujono (makan bersama).
Selain itu masyarakat Jawa pada umumnya atau Daerah Istimewa Yogyakarta pada khususnya melaksanakan kegiatan nyadran dengan berbagai kegiatan.
Di antara beragam macam kegiatan yang dapat dilakukan masyarakat lokal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Besik makam, ya aku melakukan pembersihan terhadap makam dari berbagai ilalang atau kotoran yang menyelimutinya. Umumnya kegiatan tersebut dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat atau trah keluarga yang bersangkutan.
2. Kirab, yaitu kegiatan arak-arakan dengan berbagai model dari masyarakat setempat untuk dibawa ke dalam suatu tempat sebagai wujud rasa syukur terhadap Tuhan.
3. Ujub, sebuah kegiatan doa yang dilakukan oleh pemangku adat setempat sebagai penyampaian Ujub.
4. Kembul bujono diakhiri Tasyakuran bersama, setelah proses sidoa yang dilakukan pemangku adat masyarakat bersama-sama melakukan tasyakuran dengan makan bersama.
Umumnya mereka akan membawa makanan tersebut sendiri-sendiri dengan model makanan tradisional seperti ayam ingkung, sambal goreng ati, urap sayur dengan lauk rempah, prekedel, tempe dan tahu bacem, dan lainnya.
Semua makan tersebut dibawa dan diletakkan di tengah-tengah atur di depan pemangku adat untuk didoakan supaya mendapatkan keberkahan. Selanjutnya masyarakat secara bersama-sama menyantap makanan yang telah didoakan tersebut.
Tradisi nyadran bukan sekedar membersihkan atau berkunjung ke makam semata. Akan tetapi banyak nilai sosial yang ada di dalamnya seperti gotong royong, pengorbanan, ekonomi, menjalin silaturahmi, dan saling berbagi antar masyarakat di suatu lingkungan.
Tidak ada kebakuan dalam tradisi nyadran, maka setiap tempat akan memiliki beragam bentuk kegiatan Sadranan yang berbeda-beda. Akan tetapi pada intinya secara esensial memiliki kandungan nilai yang sama.
Nyadran atau Sadranan adalah kegiatan budaya lokal yang umumnya untuk menyambut bulan suci Ramadan.
sumber: Dinas Kebudayaan