A. Pendahuluan
Pada dasarnya istilah Historiografi hadis menggunakan istilah terminologi modern yang diterapkan dan telah berkembang di kalangan akademisi Barat. (A. Ja’far, 2022) Orang barat menganggap bahwa karya as-Sakhawi yaitu al-I’lan bi al-Taubikh liman Dzamma Ahl al-Tarikh merupakan sebuah tulisan mengenai Historiografi Iislam. (Roshental, Tt) pemakaian term ini di kalangan akademis timur khususnya Indonesia dikarenakan kesesuaian dengan konten dan kebutuhan guna mengembangkan keilmuan khususnya dalam kesejarahan dan keotentisitasan hadis.
Mengkaji Historiografi hadis di awal peradaban islam atau pada masa Nabi merupakan sebuah embrio yang kemudian berkembang dengan istilah pemetaan dan pengembangan dalam kajian islam. Historiografi pada masa nabi sendiri merupakan adanya sebuah karya atau bukti bahwa memang sejarah hadis benar adanya. (Kuntowijoyo, 2013) Sudah diketahui bersama bahwa kegiatan tulis menulis sudah ada sejak masa nabi, baik pada konteks penulisan Al-qur’an maupun Hadist meskipun dalam penulisan Hadist dilakukan secara masif karena adanya ketakutan tercampurnya denga isi redaksi Al-qur’an. Sejarah mengatakan bahwa Abdullah Bin Amr merupakan salah satu sahabat yang biasa mengikuti kajian nabi yang kemudian menulis segala apa yang dikatakan nabi. (U. Munawir, 2017)
Corak Ke-Ummi-an yang melekat pada diri Nabi ternyata berdampak pada kekayaan dan kekuatan memorial hafalan bagi para sahabat dan orang di sekeliling nabi. Tidak heran kemudian ketidak fahaman atas apa yang para sahabat dengarkan dari nabi cukup langsung menanyakan dan langsung dijawab oleh nabi, tidak mengharuskan membuka setiap catatan-catatan yang pernah sahabat tulis. (A. Latifah, 2020) Para sahabat juga bisa membedakan dari setiap perkataan nabi antara itu dari langsung dari Allah yaitu Al-qur’an maupun penjelasan dari isi Al-qur’an yaitu hadits nabi. Keunggulan yang dimiliki sahabat ini tidak lain karena figur nabi yang begitu kuat dari segala aspek.
Perkembangan historiografi hadis memiliki peran besar dalam perkembangan keilmuan islam. Dan peran kajian ini tidak lepas karena adanya pendatadwinan hadis yang telah mulai pada abad ke- 2 yaitu masa khalifah Umar bin Abdul Aziz. (Saifuddin, 2013) Historiografi pada masa nabi biasa dikenal oleh para pengkaji hadist dengan Historiografi masa klasik, yang mana sudah berkembang sampai masa modern ini. Keberadaan Historiografi Hadist pada masa nabi ini juga menajdi tonggak kemudian para muhaddist memberanikan dan semakin mantap dalam menelaah kajian islam yang berlandaskan pada hadis nabi. Maka dari itu, sudah sewajarnya ketika kajian ini sangat perlu dikaji yang lebih mendalam.
B. Pembahasan
- Embrio Historiografi Hadist
Keberadaan hadis bersama dengan hadirnya Nabi Muhammad Saw, setidaknya sampai ia diangkat menjadi rasul. Sebab apa saja yang berasal darinya adalah hadis; baik dalam bentuk perkataan, perbuatan, taqrir maupun lainnya.(R. Khusniati, 2018) Konsep ahli hadis di antaranya terinspirasi dari praktik sahabat Ibn ‘Umar yang selalu berusaha mencontohi apa saja yang Nabi Muhammad Saw lakukan, dan usaha penulisan Ibn ‘Amr terhadap apa ia dengar dari Nabi, serta perintah dari Nabi sendiri agar pidatonya ditulis untuk Abu Syah. (A. Ja’far, 2015) Ketiga bentuk tersebut mencontohi, menulis hadis dan memiliki catatan hadis, semuanya adalah embrio dari lahirnya Historiografi Hadist. Embrio dalam konteks tersebut yaitu hadis dapat ditelusuri melalui sejarah awal penulisannya, meskipun karya yang menginformasikan sejarah itu hadir bukan pada masa tersebut.
Maka awal lahirnya Historiografi Hadist dapat dilihat dari dua aspek (Itr. Nuruddin, 1997): Pertama, realitas sejarah yang riil saat itu yang diberitakan, yaitu Nabi Muhammad Saw pernah mengizinkan sahabat menulis hadis. Informasi tersebut diyakini oleh ilmuan Islam (muhaddist) dengan konsep isnad sebagai proses transmisi lisan sebagai sumber pemberitaan yang menjadi kebiasaan masyarakat saat itu, Kedua, realitas sejarah tentang keberadaan karya, di saat kitab-kitab hadis, maghaziy dan sirah mulai hadir di abad kedua hijriyah. Kedua hal di atas merupakan fakta yang berpijak dari kaidah ilmiah. Bagian pertama meski tak dapat mendatangkan bukti fisik seperti tulisan, namun apa yang diperoleh dari transmiter (perawi pertama) yang hidup saat itu, bertemu, berteman dengan generasi setelahnya (perawi kedua) dengan kualifikasi yang ketat seperti dikenal dalam ilmu sanad. Keberatan mengenai kejujuran mereka dapat diuji melalui periwayat yang sezaman dengannya (علم طبقات الرواة) yang disinergikan dengan teori comman link Joseph Schacht serta menggunakan beberapa variabel lainnya. Pada poin kedua, tulisan-tulisan yang memuat sejarah kehidupan Nabi Saw, baik dalam kitab hadis maupun sejarah, semua terdokumentasi dengan rapi. (A. Ja’far, 2022) Kronologi tahun dan penulisnya membuktikan embrio historiografi hadis telah ada bersama historiografi sejarah Islam di masa awal, maka mengintegrasikan keterangan lisan yang dibenarkan saat itu; sebelum hadis dikodifikasi, dan sebelum kitab sejarah ditulis melalui keterangan tulisan dalam karya yang datang kemudian merupakan metode yang dapat diuji secara empiris.
- Pola dan karya Historiografi masa nabi
Karya yang lahir pada masa nabi demi membuktikan kebenaran sejarah sebenarnya sampai sekarang susah untuk diidentifikasi keberadaannya. Namun, bagi para pengkaji hadis adanya beberapa kitab yang memuat hadist dan kemudian melakukan penelaahan sudah bisa menjadi bukti bahwa memang hadist merupakan produk nabi yang terjaga keotentikannya sampai sekarang. Simpelnya pola permasalahan yang ada pada saat itu semua bisa kemudian dilimpahkan, dipertanyakan langsung kepada nabi. (H. Nurul, 2018) Apalagi dengan kebiasaan sahabat yang lebih banyak untuk meghafal daripada menulisatas apa yang nabi sampaikan. Sehiangga, keragaman pola dalam menghasilkan historiografi tidak terlalu banyak.
Ada salah satu sahabat nabi yang bernama Abdullah bin Amr yang dia juga dikenal biasa menulis apa yang nabi sabdakan pada konteks hadis nabi. Beliau memiliki shahifah yang dinamai dengan “al-Sadiqah”, penamaan shahifah miliknya ini dinamai sendiri dan juga disepakati oleh para sahabat lain, karena ia menulis setelah nabi memberikan licensi atau dibolehkannya dari nabi. (Z. Lukman, 2014) sebagaimana arti hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
“Tidaklah ada seorang pun dari sahabat Nabi saw. yang lebih banyak hadisnya dibandingkan aku, kecuali Abdullah bin Amr. Sebab ia selalu menulis, sedangkan aku tidak.” Ma’mar juga meriwayatkan dari Hammam dari Abu Hurairah.” (I. Muhammad bin Ismail, No. 113) Kesaksian yang telah diucapkan langsung oleh Abu Hurairah ini menurut kacamaa punulis bisa menjadi salah satu track record sejarah bahwa Historiografi pada masa nabi telah ada. Apalagi kalua kita lihat dari nilai derajat dari hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di atas setelah adanya takhrij oleh penulis memiliki derajat Shahih.
C. Kesimpulan
Polemik Historiografi Hadist pada masa nabi dalam lingkungan akademisi Ilmu Hadist sampai sekarang telah dianggap final terbukti ada, walaupun dengan segala argumentasi yang telah dibangun belum menjadikan orang orientalis menganggap bahwa hadis belum bisa dianggap memiliki atentisitas sampai sekarang. Semua itu dilihat dari sudut pandang pergelutan dan karya yang ada setelah masa awal kondifikasi kitab hadist. Bagaimana kemudian para ulama’ mulai akhir abad 2 Hijriyah sampai sekarang selalu menoleh ke belakang guna menajdikannya sebagai rujukan dalam berfikir maupun berkarya. Dari beberapa bentuk historiografi pada masa nabi baik berbentuk shahifah maupun maghazi yang telah penulis singgung diatas. Penulisan ini berkesimpulan bahwa bukti tulisan sejarah secara wujud memang dianggap tidak ada akan tetapi secara jejak rekam dan konstruk sejarah bisa di track dengan esensi bukti dan membantah bagi para akademis yang smapai sekarang tidak percaya atas autentisitas hadist.
D. Daftar Pustaka
A. Ja’far, Historiografi Hadis: Analisis Embrio, Pemetaan dan Perkembangannya, Substansia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, Vol. 24, No. 1, 2022
A. Ja’far, Jejak-Jejak Cahaya Nabi Muhammad SAW: Konekstualisasi Hadis, Sukoharjo: Fataba Press, 2015
A. Latifah, Penulisan Hadis Pada Masa Rasulullah, Al-Bayan: Jurnal Ilmu Al qur’an dan Hadist, Vol. 3, No. 2, 2020
H. Nurul, Sejarah Hadis dan Problematika Sahabat, al-Bukhari: Jurnal Ilmu Hadis, Vol. 1, No, 2. 2018
I. Muhammad bin Ismail, Shahih al-Bukhari, No. 113
Itr. Nuruddin, Manhaj al-Naqadah fi ‘Ulu al-Hadits, Beirut: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 1997
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003
L. Zain, Sejarah Hadis pada Masa Permulaan dan Penghimpunannya, Diya’ al-Fikr, Vol. 2, No. 1. 2014
Pengantar Roshental dalam as-Sakhawiy, al-I’lan bi al-Taubikh, 5-6
R. Khusniati, Studi Ilmu Hadis, IAIN Po Press: Ponorogo, cet II, 2018
Saifuddin, Tadwin Hadis dan Kontribusinya dalam perkembangan Historiografi Islam, Jurna Ushuluddin, Vol. 12, No. 1, 2013
U. Munawir, Otentisitas dan Validitas Hadist Nabi serta Contoh-contohnya Hadistnya dan Problematikanya, Jurnal Of Qur’an and Hadith Studies, Vol. 6, No. 1, 2017
Oleh: M Hanafi Burhanuddin | Magister UIN Sunan Kalijaga | hanafiburhan9@gmail.com